Soichiro Honda biography
Soichiro Honda
Semua berawal dari Soichiro yang berumur 16 tahun, dan tak
mau melanjutkan sekolah. Karena ia menganggap sekolah saat itu hanya membuang
waktu. Ia hanya ingin mendalami tentang mesin mobil. Akhirnya, ayahnya yang
mengerti betul tentang ambisinya mengenalkan kepada seorang teman di Tokyo
bernama Kashiwabara, seorang direktur bengkel mobil bernama Art. Akhirnya pada
bulan Maret 1922, Soichiro diantar ayahnya ke Tokyo untuk bekerja disana. Tapi
bukan sebagai teknisi atau yang berhubungan dengan mesin, ia hanya sebagai
pengasuh bayi. Bayi yang ia asuh adalah anak dari direktur bengkel Art.
Dari
sanalah pengetahuannya tentang mesin berkembang. Ia mencuri-curi waktu pada
saat bengkel tutup untuk sekedar melihat dan menganalisa mesin mobil. Apalagi
ketika ia menemukan sebuah buku di perpustakaan, dan mengumpulkan uang gajinya
hanya untuk menyewa buku tersebut. Buku yang pertama ia baca adalah Sistem
Pembakaran Dalam.
Pada suatu hari, ketika Soichiro sedang mengepel lantai, ia diajak majikannya untuk membantu di bengkel, karena hari itu bengkel sedang sibuk. Dan disinilah ia menunjukkan kemampuannya membetulkan mesin mobil Ford model T yang dikeluarkan pada tahun 1908. Dengan pengetahuannya mencuri-curi waktu untuk sekedar mengintip mesin mobil dan ilmu yang ia dapat dari buku, akhirnya ia berhasil membuat takjub para teknisi lain.
Pada suatu hari, ketika Soichiro sedang mengepel lantai, ia diajak majikannya untuk membantu di bengkel, karena hari itu bengkel sedang sibuk. Dan disinilah ia menunjukkan kemampuannya membetulkan mesin mobil Ford model T yang dikeluarkan pada tahun 1908. Dengan pengetahuannya mencuri-curi waktu untuk sekedar mengintip mesin mobil dan ilmu yang ia dapat dari buku, akhirnya ia berhasil membuat takjub para teknisi lain.
Pada
umur 18 tahun, ia pergi ke kota Marioka untuk membetulkan mesin mobil. Karena
masih muda, sampai-sampai penjemput keheranan.
‘Tuan bengkel Art-nya sedang ke
toilet ya?” tanya salah satu dari dua orang penjemput, karena sangat tidak
percaya yang ia jemput hanyalah anak muda berumur belasan tahun.
“Sayalah yang anda maksud, terima kasih sudah menjemput saya” jawab Soichiro santai.
Hihihi.. lucu juga kalau melihat wajah kedua penjemput itu. Ketakjuban para teknisi tidak sampai disitu, saat ia mulai membongkar mobil pun, banyak yang tak percaya ia bisa memasangnya kembali. Tapi ternyata, ia berhasil membetulkan mobil tersebut. Dengan prestasinya tersebut, pada usia 22 tahun ia sudah menjadi kepala bengkel Art, dan dipercaya untuk membuka cabang di kota Hamamatsu.
“Sayalah yang anda maksud, terima kasih sudah menjemput saya” jawab Soichiro santai.
Hihihi.. lucu juga kalau melihat wajah kedua penjemput itu. Ketakjuban para teknisi tidak sampai disitu, saat ia mulai membongkar mobil pun, banyak yang tak percaya ia bisa memasangnya kembali. Tapi ternyata, ia berhasil membetulkan mobil tersebut. Dengan prestasinya tersebut, pada usia 22 tahun ia sudah menjadi kepala bengkel Art, dan dipercaya untuk membuka cabang di kota Hamamatsu.
Pada
tahun 1928 Soichiro menjadi kepala bengkel Art cabang Hamamatsu. Awalnya
bengkel tersebut hanya mempunyai 1 orang karyawan, tapi setelah 3 tahun
berdiri, sudah mempunyai sekitar 50 orang karyawan. Selama kurun waktu
tersebut, masalah perbaikan mobil diserahkan kepada anak buahnya yang terlebih
dahulu diberikan pengetahuan tentang mesin. Sedangkan Soichiro hanya memeriksa
hasil kerja anak buahnya, dan lebih berkonsentrasi pada peningkatan kreativitas
dan pengetahuannya dalam bidang mesin.
Sebagai
kepala bengkel, ia terkenal galak dan keras. Ia tak segan untuk memukul kepala
anak buahnya dengan obeng atau kunci pas (seperti yang terlihat di buku, entah
itu benar atau tidak). Dari seluruh karyawannya, terdapat dua golongan. Yang
satu adalah yang bertahan dan yang melarikan diri. Dan biasanya, orang-orang
yang bertahan adalah orang-orang yang menjadi teknisi handal.
Pada
kurun waktu 3 tahun, Soichiro membuat veleg mobil yang terbuat dari besi. Di
masa itu, veleg mobil terbuat dari kayu, sehingga jika digunakan dalam jangka
waktu yang lama, poros veleg tersebut akan longgar. Pada tahun 1933, ternyata
Soichiro sudah mulai membuat mobil balap dengan tangannya sendiri, yang ia
namakan Curtis. Nama Curtis diambil dari nama mesin yang ia gunakan, mesin
pesawat jenis Curtis A1. Dengan mobil buatannya, ia pernah menjuarai balapan
tetapi hanya sebagai navigator, bukan sebagai pembalap.
Di
tahun yang sama, Soichiro menikah dengan Sachi, seorang wanita berpendidikan.
Kehadiran Sachi yang berpendidikan, bagi Soichiro yang tidak menjalani
pendidikan formal menjadi sangat besar artinya. Sachi tidak hanya berperan
sebagai istri, tapi juga guru yang mengajarkan tata krama dan ilmu-ilmu dasar.
Tapi yang paling besar artinya adalah bagaimana Sachi mengerti tentang minat
Soichiro pada bidang teknik.
Pada
tahun 1934, Soichiro berencana membuat mobil sendiri. Bukan mengambil mesin
mobil dari merek-merek terkenal di masa itu. Niat itu pun ia jalani dengan
terlebih dahulu membuat ring piston. Di tahun 1935, tepat disamping bengkel Art
ia membuat papan nama Pusat Penelitian Ring Piston Art.
Ring
piston buatan Soichiro selalu gagal, karena ia sama sekali tak mengerti masalah
pencampuran logam. Karena ring piston buatannya selalu patah atau menggores
dinding slinder. Akhirnya ia datang ke Sekolah Tinggi Hamamatsu jurusan mesin,
dan diberitahu bahwa ada campuran lain yang diperlukan untuk membuat ring
piston, diantaranya silikon. Dengan informasi yang ia terima, akhirnya ia punya
tekad yang bulat untuk melanjutkan sekolah, walaupun saat itu Soichiro sudah
berumur 28 tahun.
Akhirnya
3 tahun kemudian, tepatnya tanggal 20 November 1937 ring piston berhasil
dibuatnya. Dan pada tahun 1938 ia mendirikan pabrik pembuatan ring piston
bernama Tokai Seiki. Sedangkan bengkel yang ia kepalai diserahkan kepada anak
buahnya untuk dikelola.
Bengkel yang ia dirikan akhirnya berproduksi secara resmi pada tahun 1941 setelah ada investor dari Toyota. Pada tahun 1945, tepatnya setelah perang dunia ke-2, Jepang menjadi negara rendah karena kalah perang. Dan hidup Soichiro menjadi terlunta-lunta. Ia tak mengerjakan pekerjaan apapun saat itu. Tidak ada niat lagi untuk membangun pabrik, bahkan ia hanya ingin belajar bermain suling saat itu.
Bengkel yang ia dirikan akhirnya berproduksi secara resmi pada tahun 1941 setelah ada investor dari Toyota. Pada tahun 1945, tepatnya setelah perang dunia ke-2, Jepang menjadi negara rendah karena kalah perang. Dan hidup Soichiro menjadi terlunta-lunta. Ia tak mengerjakan pekerjaan apapun saat itu. Tidak ada niat lagi untuk membangun pabrik, bahkan ia hanya ingin belajar bermain suling saat itu.
Di
masa setelah perang, dimana benda-benda masih sangat langka, justru industri
tekstil berkembang sangat pesat saat itu. Kabarnya, orang-orang yang mempunyai
mesin tenun, sekali menggerakkan mesinnya, ia bisa mendapatkan 10 ribu yen. Dan
saat itu Soichiro berfikir bagaimana membuat mesin tenun yang lebih canggih
dari yang ada saat itu. Ia pun mendirikan pabrik pembuatan mesin tenun yang
akhirnya terhenti karena kurang modal.
Saat pabrik yang ia buat terhenti, ada seorang teman yang menawarkan mesin pemancar radio bekas kegiatan perang yang ternyata berjumlah 500 buah. Dan Soichiro diminta untuk memanfaatkan mesin tersebut.
Saat pabrik yang ia buat terhenti, ada seorang teman yang menawarkan mesin pemancar radio bekas kegiatan perang yang ternyata berjumlah 500 buah. Dan Soichiro diminta untuk memanfaatkan mesin tersebut.
Setelah
melihat sepeda, ia pun berniat membuat sepeda motor dengan mesin pemancar
radio. Cara mengendarai sepeda motor saat itu juga sangat berlainan dengan yang
ada sekarang. Pertama-tama mesih harus dipanaskan dengan api, dan digenjot
minimal 30 menit, baru mesin bisa digunakan. Tapi tetap saja laku keras, dan
kapasitas produksi saat itu 1 unit lebih dalam 1 hari. Dalam setahun saja, 500
buah pemancar radio habis.
Dengan
prestasi tersebut, Soichiro terus mengembangkan mesin sepeda motor, dan berhasi
menciptakan sepeda motor yang dinamakan Dream D, setelah membuat mesin A, B,
dan C. Motor buatan Soichiro ini adalah mesin 2 tak dengan 98 cc dan kecepatan
maksimum hanya 50 km/jam.
Bersamaan dengan akan dipasarkannya Dream D, seorang marketer hebat bernama Fujisawa ikut menggabungkan diri dengan Soichiro dan membangun pabrik pembuatan sepeda motor. Kemudian selanjutnya, kehadiran Fujisawa membawa perubahan besar terhadap perusahaan bernama Honda.
Bersamaan dengan akan dipasarkannya Dream D, seorang marketer hebat bernama Fujisawa ikut menggabungkan diri dengan Soichiro dan membangun pabrik pembuatan sepeda motor. Kemudian selanjutnya, kehadiran Fujisawa membawa perubahan besar terhadap perusahaan bernama Honda.
Sebelum
Dream D dipasarkan, Fujisawa menguju coba motor tersebut kepada masyarakat. Dan
diketahui, karena Dream D adalah motor 2 tak, maka kebisingan yang dibuat
menjadi masalah. Dan dengan demikian, Fujisawa memaksa Soichiro untuk membuat
mesin 4 tak yang miskin suara kebisingan. Akhirnya mesin 4 tak dibuat dan
berhasil menjadi nomor satu di Jepang. Dengan mesin 4 tak ini, kecepatan
maksimum adalah 75 km/jam.
KIAT-KIAT SUKSES SOICHIRO HONDA
1.
Pekerja keras
2.
Penuh rasa ingin tahu
3.
Tidak mudah puas dengan hal yang
telah dicapainya
4.
Terus berinovasi
5.
Tegas dan keras karakternya
6.
Memiliki skill yang benar-benar
digelutinya.
7.
Tidak separoh-separoh dalam bekerja
Komentar
Posting Komentar